Rabu, 11 Maret 2015

Jejakaki Pulau Osi

SEMACAM PROLOG



          Sudah banyak trip yang Beta Jejaki, dan Beta merasa berhutang pengalaman pada travel blogger maupun temen-temen backpacker yang telah memberikan banyak sekali informasi yang mengantarkan Beta ke beberapa destinasi di Indonesia.  Empat hari sebelum keberangkatan ke Pulau Osi di Kepulauan Seram-Maluku, Beta berjanji pada diri sendiri kalau perjalanan kali ini harus Beta rangkum dan posting dalam wujud sebuah blog, ya,,hitung-hitung sebagai share pengalaman dan balas budi Beta atas semua informasi yang Beta dapatkan selama ini J So pasti, Beta yakin informasi sekecil apapun akan sangat berguna bagi temen-temen para backpacker / low cost traveler yang sedang menyusun itinerary untuk mengunjungi tempat ini,hhe... Ok, cukup kata pengantarnya, kini kita kembali ke pohon :3   Belum genap satu bulan Beta kerja di Ambon (Baca postingan Beta tentang Ambon di sini>>) tapi rekan Bung (Bung Glen) yang kebetulan hobi jalan langsung nawarin Buat buat ke Pulau Osi. Yap, sebuah gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di Pulau Seram bagian selatan yang terkenal dengan hutan mangrove dan jembatan dermaga kayu’nya yang panjang. (Postingan tentang Pulau Osi juga bisa temen-temen baca di moluccanbackpacker.blogspot.com / FB : MoluccanBackpacker).  Sebenarnya perjalanan kali ini tidak bisa disebut sebagai trip sih, mungkin lebih tepatnya touring karena memang selama perjalanan kami menggunakan moda transportasi motor. Setengah enam sore waktu indonesia bagian timur, dan Beta masih sibuk dengan kerjaan greeting card ucapan tahun baru imlek yang belum juga di ACC oleh General Manager. Kelar kerjaan, Beta langsung bersiap untuk berangkat dan beruntunglah karena hal yang paling Beta khawatirkan tidak terjadi; ditinggal oleh rombongan ;-)) Terlambat 10 menit saja, mungkin Beta nggak akan bisa share pengalaman Beta di sini,,hhe. :-P   

SULI (NATSEPA)  – HUNIMUA, AMBON –> WAIPIRIT, PULAU SERAM

           Lokasi kerja Beta berada di Negeri Suli (desa / nama daerah disebut “negeri” oleh masyarakat Maluku), persis di sepanjang Pantai Natsepa yang berlokasi sekitar 45 menit perjalanan dari pusat Kota Ambon. Hujan mengiringi keberangkatan kami dari Suli hingga Pelabuhan ASDP Hunimua Ambon yang kami tempuh hampir satu jam. Tanpa persiapan jas hujan ataupun rain cover, kami terus melanjutkan perjalanan untuk mengejar keberangkatan kapal Feri yang dijadwalkan akan berangkat pukul 8 malam. Kami sepakat akan saling sharing cost dengan partner boncengan motor kami masing-masing. Menempuh perjalan dengan cuaca yang kurang bersahabat, akhirnya kami tiba di pelabuhan Hunimua sekitar pukul 7 WIT, tentu saja dengan keadaan berbasah-basahan,,hhe.. Tarif untuk penyeberangan Fery ASDP dikenakan ongkos Rp. 36.000,- untuk motor & Rp. 17.000,-  untuk Dewasa, sedangkan untuk anak-anak dikenakan tarif Rp.13.000,-. Sebenarnya Beta penasaran dengan jadwal penyebrangan Feri rute Hunimua – Waipirit, namun di loket  Beta tidak menemukan informasi detail tentang jadwal penyebrangannya. Mungkin tersembunyi di sisi lain ruang tunggu kali ya, padahal ini penting banget bagi kita-kita ini para traveller. 
KMP. Roka yang mengantarkan perjalanan kami dari Hunimua - Waipirit

Suasana dek penumpang di atas kapal

Harga tiket penumpang & kendaraan bermotor
Di dek kapal, kebetulan Beta ngobrol dengan salah satu anggota keluarga rekan kerja Beta di kantor yang memang tinggal di Pulau Seram. Pastinya kesempatan emas dong untuk cari tahu lebih banyak tentang destinasi wisata menarik di Pulau Seram, apalagi kalau bukan Pantai Ora yang terkenal itu dan Taman Nasional Manusela’nya yang indah,hhe..#Modus :-p Obrolan mengalir begitu asik hingga topik kami’pun beruntut tentang kuliner papeda sebagai salah satu makanan khas Ambon (yang ternyata ini adalah surprise saat Beta tiba di rumah Beliau). Walau hempasan angin laut sangat terasa di dek penumpang, perjalanan kami bisa dibilang cukup mulus dengan kondisi ombak yang relatif tenang. Perjalanan dari pelabuhan Hunimua Ambon – Waipirit Pulau Seram ditempuh dengan durasi waktu 2 Jam. Kami’pun lantas tiba di Waipirit Pulau Seram antara pukul 22.00 WIT.

PULAU SERAM, TAK SE”SERAM” NAMANYA
 WAIPIRIT – HATUSUA – WAISARISA – NURU – KAMAL – ETI –PIRU (PP)

         Setibanya di pelabuhan ASDP Waipirit, sepertinya cuaca masih belum menampakan tanda-tanda akan bersahabat. Ah, akhirnya menginjakan Pulau Seram juga batinku. Pulau yang selama ini cuman Beta baca di buku IPS sekolah dasar sebagai salah satu tempat penghasil rempah-rempah & tempat pengasingan para pendiri bangsa kita akhirnya bisa Beta sambangi. Keluar dari pelabuhan menuju jalan utama lintas pulu seram, kita akan di sambut dengan Pintu Gerbang dengan tulisan diatas’nya ; “Selamat datang di Bumi Saka Mese Nusa” yang artinya Jagalah Pulau ini Baik-baik”. Jika ke Kiri kita akan menuju Waisarisa & Piru, sedangkan jika ke arah berlawanan (kanan) kita akan menuju Kairu, Liang & Masohi. Pohon nyiur berusia puluhan tahun dengan tinggi antara 8-10 meter’an dan banyak’nya pohon sagu mengindikasi bahwa mayoritas masyarakat Pulau Seram mengkonsumsi sagu serta penghasil kopra yang mungkin saja salah satu yang terbesar di Indonesia. Bagi para pejalan, jangan pernah menyamakan segala kemudahan yang kita dapat di tempat kita tinggal dengan daerah yang baru saja kita jajaki. Jika di pulau Jawa Beta terbiasa dengan lampu penerangan di sepanjang jalan, lain di Pulau Seram dengan akses listrik yang terbatas dan lampu penerangan difokuskan hanya di desa / pemukiman penduduk saja. Kalau dipikir-pikir ngapain juga gitu kan menerangi hutan lebat di tengah jalan, pastinya akan boros listrik banget’kan ya,,hhe.. 
Setibanya di Pelabuhan Waipirit pukul 10 WIT

Isi bensin bensin dulu sebelum melanjutkan membelah lebatnya hutan sagu & kelapa di tengah Pulau Seram

Pohon kelapa banyak ditemui di Pulau ini, kopra adalah salah satu produk olahan'nya

"Selamat datang di Bumi Saka Mese Nusa", Filosofi yang artinya dalem banget. Mantab!
            Menempuh perjalanan antara 40 menit dari Waipirit, akhir’nya kami singgah di tempat tinggal Kakak yang sempat Beta ajak ngobrol di Kapal tadi, tepatnya di daerah Nuru. Tanpa sepengetahuan Beta, ternyata kakak tadi menghubungi kerabat’nya di rumah untuk menyiapkan menu papeda sebagai santapan makan malam kami. Finally makan papeda jua, Danke lai’e Kakak.:D Papeda sendiri berasa hambar, enak dimakan panas-panas ditemani sayur & lauk pendamping yang biasanya olahan ikan laut dengan bumbu kuning atau yang biasa kita sebut bumbu opor. Untuk menginap malam ini, rombongan kami’pun dibagi menjadi dua bagian. Rombongan wanita tetap tinggal, sementara rombongan para pria keren (LOL) menginap di salah satu rumah rekan kerja kami di kantor yang lokasinya tidak begitu jauh. Rejeki anak soleh, Tuhan paling mengerti kebutuhan anak Mess seperti ane ini,hhhe... Setibanya di rumah singgah kedua kami’pun kembali di jamu (lagi). Beginilah cara orang timur menerima tamu, makan malam dengan olahan menu yang melimpah ruah, Tuak/sopi sebagai penghangat (lebih tepatnya sebagai pengakrab suasana kali ya), dan tentu saja sajian musik local “alternatif” sebagai penghalau sepi’nya malam. Sebenarnya tradisi menjamu dan memuliakan tamu seperti ini sudah sering diceritakan panjang lebar oleh Ayah Beta yang kebetulan juga orang Timor (Flores) Yaa,,,namanya juga lahir dan besar di Jawa kan ya, pastinya perasaan Culture Shock juga dengan sambutan yang istimewa. Suguhan musik dengan volume yang tidak biasa di tengah sepi’nya malam serasa gimana gitu, sumpah Broo, kalau di kampung tempat tinggal Beta, minimal ditergur’lah oleh kepala RT,Hahha.. Namun aktivitas “hajatan sederhana” ini sudah lazim dilakukan oleh masyarakat jika ada kerabat ataupun acara seremonial keluarga. Begitulah loyalitas’nya orang timur, tamu dianggap sebagai Anak kandung sendiri yang harus disambut dengan hangat sebegitunya tiba di rumah :D Sementara rekan-rekan yang lain begadang sampai pagi, Beta memohon izin untuk istirahat terlebih dahulu (alasannya kenapa, baca postingan di bawah,,hhe..).

My first Papeda :)) Kenyal, hambar, makan harus disruput bukan dikunyah ya,, kata temen Beta,,hhe :)
Sound yang menemani kami semalaman sampai pagi,,Hhha.. :)

SAVANA INDAH GUNUNG MALINTANG

            Selamat pagi, daan... tebakan Beta benar, beberapa teman ane masih banyak yang masih tepar karena konsumsi olahan minuman tradisional (SOPI) yang berlebihan. Alhasil keberangkatan sempat tertunda sebentar sih,,hhe.. Rekan-rekan berangkat bergegas, Beta memilih autis mengendarai motor sendiri, mengambil posisi paling belakang dan beberapa kali terhenti untuk mengabadikan keajaiban alam Pulau Seram. Untuk sejenak Beta yakin bahwa Tuhan pasti sedang tersenyum saat menata alam Nusantara ini. Savana dengan rumput hijau’nya yang luas, terkadang ditumbuhi beberapa pohon aren tua di tengah’nya dan pohon kayu putih menjadi pengalaman yang tidak bisa tervisualisasikan dengan dokumentasi mata kamera di blog ini. Menuju ke Pulau Osi kita akan melewati Negeri Kamal dan Piru yang ditembuh sekitar 50 menit hingga sebelum akhirnya sampai di tempat tujuan.  Jalan masuk menuju Pulau Osi sedikit becek saat musim hujan, hingga di ujung jalan ini kita akan menemukan pintu gerbang yang menyatakan kita sudah sampai di Pulau Osi. Awalnya Beta heran kenapa di samping pintu gerbang ada pangkalan ojek bukannya loket masuk seperti lazim’nya tempat wisata yang lain. Belakangan Beta tau bahwa Pulau Osi adalah perkampungan nelayan yang terletak paling ujung diantara gugusan pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya. Dan pangkalan ojek’pun ternyata ada gunanya loh, mengantarkan para wisatawan ke ujung pulau tersebut melewati dermaga kayu yang ternyata sangat panjang Mas Broo,,,dermaga kayu yang kokoh tersebut hanya bisa dilalui oleh kendaraan bermotor roda dua. Dan panjang’nya nggak sembarangan, dari pintu gerbang hingga ujung Pulau Osi Beta hitung-hitung mungkin bisa sepanjang 2 KM. Mantab! Lagi-lagi Beta kepikiran, sebenarnya masuk ke lokasi ini bayar atau tidak karena sejak awal masuk kami tidak dikenakan retribusi sepeserpun. Hmm, atau mungkin kondisi hujan kali ya, soalnya sewaktu kami akan pulang tersedia kotak sumbangan masuk untuk satu motor Rp. 5.000,-. Di Pulau Osi kita akan menemukan beberapa penginapan kecil berkonsep resort di tengah laut dengan pemandangan laut Banda dan pegunungan di pulau Seram. Wah, sayang sekali cuaca berkabut, sebenarnya view landscape di sini sangat recomended di saat cuaca cerah. Buat kalian yang ingin mengunjungi Pulau Seram, disarankan pada waktu musim panas ya. Jadwal musim panas kepulauan Maluku bisa di cek di BMKG,,hhe.. :-p Tak jauh dari lokasi ujung pulau ini terdapat perkampungan nelayan Pulau Osi yang menyediakan olahan masakan ikan laut segar yang bisa dimakan di tempat. Per kilogram’nya’pun relatif terjangkau, mulai dari Rp. 100.000,-/Kg kita bisa menikmati ikan bakar ala Pulau Osi. Selesai bersantap ria, siapa yang tidak tergoda dengan birunya laut Seram yang berada di ujung dermaga pulau ini. Dan akhirnya “jump” Beta memilih untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyicipi asin’nya laut Seram langsung dari tempatnya sebelum kembali pulang ke Ambon,,Haha..
Savana indah di Gunung Malintang - Pulau Seram
Gerimis menemanui langkah kami, jalan lintas Seram bisa dibilang halus mulus,,hhe..
Gara-gara tempat ini, ane tertinggal jauh dari rombongan,,hhe.. 
Perjalanan menuju Pulau Osi, jalan tidak beraspal di tengah ladang penduduk

Hujan membuat tanah basah berlumpr,motor akan selip jika tidak berhati-hati
Pintu gerbang masuk menuju Pulau Osi, Welcome to Pulau Osi (ingat ya, disamping gerbang ini ada Pangkalan Ojek yang siap mengantar kalian menuju ujung Pulau Osi.
Rumah Tinggal penduduk Pulau Osi, mayoritas penduduk Pulau Osi beragama Muslim
Ikan Garupa segar yang Juaraa!
Pulau Osi :D Mungil dan indah
Biru dan bening, dan Betapun terbuai untuk menyelami'nya
FJI (For Jejakakers Information)

  1. Perhatian pemerintah terhadap beberapa Pulau kecil di Indonesia semakin baik termasuk di Kepulauan Seram. Kondisi jalan utama lintas pulau seram relatif mulus namun di beberapa jembatan masih menggunakan kayu sebagai landasannya.
  2. Angkutan (biasa disebut “Oto”) sebenarnya sudah banyak di Pulau Seram, karena kedatangan kita malam hari, jam mobilitas Oto’pun terbatas. Selain itu, perjalanan ke Pulau Osi yang jauh dari pemukiman menjadi pertimbangan kami untuk mengunakan motor.
  3.  Untuk akses listrik, pemantauan Beta selama disana tidak ada jadwal pemadaman bergilir. Masih aman’lah untuk aktivitas charger-mencharger gadget.
  4. Sediakan uang tunai yang cukup karena akan sulit menemukan ATM di tengah perjalan.
  5. Isi bensin full tank jika mengunakan motor, pastikan kendaraan prima dengan beberapa perlengkapan cadangan akan sangat membantu jika terjadi sesuatu di tengah perjalanan.
  6. Penyebrangan Feri tidak akan diberangkatkan jika cuaca buruk / kondisi alam tidak memungkinkan.
  7. Pantau BMKG (via Twitter @BMKG) untuk mengetahui update cuaca di wilayah Indonesia Timur khususnya Maluku – Kep. Seram.
  8. Tinggalkan #jejakaki, capture dokumentasi, dan buanglah sampah pada tempatnya even secuil bungkus permen sekalipun.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Masih banyak lagi tempat2 indah di Maluku.

Jejakakibeta mengatakan...

Kemarin baru saa dari Pantai Batulubang di Liliboi,Mantab! Boleh dong kapan-kapan ajak Beta wisata kuliner seputaran Kota Ambon.. hha :))

Keliling-Ambon mengatakan...

Bagi travellers yang tertarik untuk mengunjungi Pulau Osi di Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku, kami menyediakan jasa sewa mobil ke Pulau Osi dengan harga bersahabat.

Silahkan Kunjungi Kami : Jasa Sewa Mobil di Ambon